Tuesday, May 28, 2019

RUMAH LABA-LABA


Oleh :Taufikurrahman

Laba-laba adalah binatang kecil, berkaki empat atau lebih, hingga delapan dan bermata enam, bahkan ada yang bermata delapan. Mereka dapat melihat daerah sekelilingnya bahkan punggungnya sendiri. Allah swt yang menyebut tentang laba-laba dalam al-Qur’an sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang mencari pelindung selain Allah swt. Allah swt berfirman:
ãمَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (العنكبوت :41)
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.[1]

Di ayat ini Allah mengumpamakan perbuatan mereka terhadap sesembahan tersebut sebagaimana laba-laba membuat rumah yang tidak bisa memberikan perlindungan dan ketenangan.[2]
Menurut al-Ra>zi>, kelemahan rumah laba-laba bisa dilihat dari hal-hal berikut:
Pertama, sebuah rumah yang baik biasanya memiliki unsur-unsur seperti: dinding yang bisa menghalangi, atap yang bisa melindungi, pintu yang tertutup serta hal-hal lainnya yang diperlukan. Dari semua unsur yang ada, paling tidak harus ada dua unsur pokok yaitu dinding penghalang yang bisa menahan hawa dingin, dan atap yang melindungi dari panas.
Kedua, sebuah rumah paling tidak berfungsi untuk tempat berteduh. Rumah dari batu, misalnya, bisa memberikan perlindungan berupa tempat berteduh, menahan angin, air dan api dan debu. Rumah dari kayu bisa memberikan tempat berteduh, menahan hawa panas dan dingin tetapi tidak bisa menahan angin yang kuat, air dan api. Adapun rumah yang terbuat dari kain maupun bulu, seperti kemah, hanya bisa memberikan naungan atau tempat berteduh, tapi tidak bisa menahan yang lainnya.
Ketiga, fungsi terendah dari rumah adalah sebagai tempat yang bisa mendatangkan mendapatkan ketentraman dan kedamaian, bukan sebagai tempat yang bisa menyebabkan keresahan.
Dari semua hal yang berkaitan dengan rumah, sebagaimana tersebut di atas, rumah laba-laba tidaklah memenuhi satupun kriteria tersebut, karena rumah laba-laba tidak bisa berfungsi untuk menahan panas, dingin, angin air dan debu, atau sebagai tempat berteduh sekalipun. Bahkan dari fungsi terendah sebagaimana yang dikatakan oleh al-Ra>zi>, rumah laba-laba tidak bisa mendatangkan ketenangan, malah ia menyebabkan keresahan dan kegelisahan. Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dijadikan pelindung selain Allah swt, pada hakekatnya tidak memberikan manfaat apa-apa.[3]
Hal yang menarik adalah bahwa tali-temali yang dihasilkan oleh laba-laba dalam membuat sarangnya sesungguhnya bukanlah sesuatu yang rapuh, karena penelitian ilmiah membuktikan bahwa tali-temali tersebut, dalam kadar yang sama, lebih kuat daripada baja atau sutera-sutera alam.[5] ‘A>ishah bint al-Sha>ti’ menolak pendapat tersebut dan menyatakan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa sarang laba-laba lebih kuat daripada baja atau sutera-sutera alam, akan mengakibatkan runtuhnya ungkapan redaksi al-Qur’an yang mengatakan bahwa serapuh-rapuh rumah tempat berlindung adalah sarang laba laba.[5]
Namun menurut penulis hasil penemuan ilmiah di atas tidaklah bertentangan dengan ayat al-Qur’an. Malah hasil penemuan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam terhadap ayat di atas, yaitu bahwa sekuat apapun pelindung yang diambil oleh manusia selain Allah, maka ia tidak akan bisa benar-benar melindungi manusia.  Sebab yang menjadi inti persoalan yang ada dalam ayat ini adalah perbuatan laba-laba yang menjadikan hasil rajutannya sebagai rumah. Karena itu, al-Ra>zi> membahas kelemahan rumah laba-laba dari sudut pandang ilmu tentang rumah, dalam hal bentuk, fungsi dan kegunaannya. Rumah yang dibuat oleh laba-laba, dalam pandangan al-Ra>zi>, tidak memenuhi kriteria yang berkaitan dengan bentuk, fungsi dan kegunaan rumah, bahkan kriteria paling mendasar, yaitu tempat yang mendatangkan ketenangan. Adapun  hasil rajutan laba-laba, bukanlah sesuatu yang dicela, bahkan di dalamnya terdapat manfaat antara lain untuk menjerat mangsa.
Menurut Mus}t}afa> Mah}mu>d, al-Quran telah mengisyaratkan bahwa tali-temali yang dihasilkan oleh laba-laba dalam membuat sarangnya bukanlah sesuatu yang rapuh, karena penelitian ilmiah membuktikan bahwa tali-temali tersebut, dalam kadar yang sama, lebih kuat daripada baja atau sutera-sutera alam.[6]
Redaksi al-Qur’an mengumpamakan perbuatan orang yang menjadikan pelindung mereka selain Allah seperti halnya perbuatan laba-laba yang menjadikan benang rajutannya sebagai rumah, karena yang selain Allah tidak akan bisa menjadi pelindung yang sebenarnya, sebagaimana benang rajutan laba-laba tidak bisa berfungsi sebagai rumah yang bisa melindunginya dari mara bahaya. Akan tetapi, al-Qur’an tidak menyatakan bahwa benang rajutan laba-laba tersebut adalah sesuatu yang tercela, bahkan menurut al-Ra>zi>, mengandung manfaat, sehingga jika penelitian ilmiah membuktikan bahwa benang laba-laba adalah sesuatu yang kuat, maka hal tersebut tidak menyalahi redaksi al-Qur’an. Akan tetapi sekuat apapun benang rajutan tersebut, ia tetap tidak bisa memberikan fungsi perlindungan yang dimiliki rumah. Sesuatu selain Allah, walaupun dianggap kuat dan banyak memberikan manfaat, pada hakekatnya tidak akan bisa memberikan perlindungan yang sebenarnya kepada manusia, sebab hanya Allah sebenar-benarnya pelindung.
Muhammad al-Sayyid Arna>u>t} menegaskan hal yang senada dengan pendapat al-Ra>zi>. Menurutnya, penemuan ilmiah tentang kuatnya benang laba-laba tidak bertentangan dengan makna yang dikandung dalam ayat al-Qur’an. Penemuan itu malah memberikan pandangan baru tentang pemahaman ayat di atas.  Seperti halnya al-Ra>zi, Arna>u>t} juga menyatakan redaksi al-Qur’an menyatakan bahwa sarang laba-laba, sekuat apapun bahannya, adalah bentuk rumah yang paling jauh dari sifat yang seharusnya dimiliki oleh rumah yaitu tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan ketentraman. Sarang laba-laba, pada hakekatnya bukan rumah, akan tetapi, tempat pembantaian yang menimbulkan rasa takut, gelisah dan tipu daya. Hal itulah juga yang akan terjadi kepada mereka yang berlindung kepada selain Allah, yaitu mereka tidak akan mendapatkan ketentraman dan ketenangan, malah akan selalu berada dalam suasana ketakutan, kekhawatiran, dan kegelisahan.[7]



[1] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 565.
[2] Al-Ra>zi>, Mafa>ti>h}} al-Ghayb, Juz XXV, 68.
[3]Ibid., 69.
[4] Mus}t}afa> Mah}mu>d, al-Qur’a>n Muha>walah li Fahm  ‘As}ri> (Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1970), 211-212; Lihat juga Khali>l Ibra>hi>m Abu> Dhiya>b, Z{a>hirat al-Tafsi>r al-‘Ilmi> li al-Qur’a>n al-Kari>m (t.t.:Da>r ‘Umma>>r, t.th.), 201-202.
[5] A>ishah ‘Abd al-Rah}ma>n bint al-Sha>ti’, al-Qur'a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n, (Beirut: Da>r al-'Ilm li al-Mala>yi>n, 1982), 361.
[6] Mus}t}afa> Mah}mu>d, al-Qur’a>n Muha>walah li Fahm  ‘As}ri> (Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1970), 211-212; Lihat juga Khali>l Ibra>hi>m Abu> Dhiya>b, Z{a>hirat al-Tafsi>r al-‘Ilmi> li al-Qur’a>n al-Kari>m (t.t.:Da>r ‘Umma>>r, t.th.), 201-202.
[7] Muh}ammad al-Sayyid Arna>u>t}, al-I‘ja>z al-‘Ilmi> fi> al-Qur’a>n  (Kairo: Maktabat Madbu>li>, t.th.), 88-89.